Indonesiasatu.co.id , BUNGO - Banyak peserta Lomba Lagu Wajib Nasional dan Lagu Daerah maupun pendamping yang kecewa dengan kontes yang dilaksanakan oleh Amazing Star di Lapangan Puspa Ragam Muara Bungo.
Hal ini sudah terlihat sejak dari mulai semi final hingga final. Karena banyak penonton yang hadir mulai komentar adanya upaya menggiring calon peserta yang bakal dijadikan pemenang.
Baca juga:
GRATIS! PMI Buteng Gelar Sunatan Massal
|
Beberapa pendamping maupun peserta yang dimintai tanggapannya oleh media merasa curiga karena diduga juri dalam penilaian kurang profesional.
Salah seorang guru seni yang dimintai tanggapannya mengatakan tujuan dari kegiatan panitia dan juri awalnya bagus.
“Sebenarnya kalau tujuan dari kegiatan panitia sama juri petang elok, pertama katanya untuk memberitahu kepada generasi iko lagu kebangsaan yang benar tetapi dalam pelaksanaannya kita lihat penilaian itu seharusnya berdasarkan notasi kemudian berdasarkan kriteria penilaian yang pas untuk vokal, ” terangnya.
Contohnya kemaren itu ada vokal itu kriteria penilaian ada teknik kemudian ada harmonisasi dan ada beberapa lagi. Harmonisasi ini dalam vokal solo ini sebenarnya tidak ada jadi kalau dalam sebuah ajang disitu ada peserta SD, SMP dan SMA sama Kuliah, sebaiknya kita itu menempatkan mulai dari acara yang benar, penilaian yang benar, ” terangnya.
Jadi kalau kriteria penilaian semalam memang banyak kalau secara detail saya menilai yang pertama kalau dewan juri menilai dari segi tune/tuning siswa itu penilaiannya kemaren tidak sesuai, kalau dilihat juga dari segi penampilan itu juga tidak sesuai.
Secara global itu masih banyak lagi, jadi saran saya untuk penyelenggaraan kegiatan sebaiknya diperbaiki tata caranya, teknik pelaksanaannya, kemudian carilah orang orang yang tepat sebagai tim penilai.
Karena kalau kita menilai disitu ada anak SD, SMP dan SMA sederajat serta Perguruan Tinggi. Itu kan kalangan pendidikan, anak anak ini lagi belajar, kalau kita tidak memberikan hasil penilaian yang benar dan subjektif itu akan berpengaruh terhadap mental siswa dan segala macamnya. Dan seandainya misalnya penilaiannya dirasa benar misalnya ada guru yang anaknya kalah dan penilaiannya benar itu akan memuaskan.
Nah kemarin mereka merasa penilaiannya itu tidak tepat, sehingga mereka banyak mengeluh. Kalau penilaiannya secara tepat, apa yang disampaikan juri tidak dapat dipahami sehingga mereka mengeluh tidak bagus bobot acara kemaren, ” terangnya lagi.
Untuk penilaian lupa lirik, katanya kemaren kami mendengar dari juri kita menilai secara global, vokalnya yang kita nilai nah, kalau lupa lirik biasanya itu fatal, ” katanya.
Begitu juga beberapa pendamping maupun orang tua dan penonton yang ditemui media ini mengatakan mengatakan bahwa mereka banyak kecewa dalam hal penilaian.
Pertama dikatakan dalam pengarahan bahwa yang dinilai vokal dan lagu tidak boleh di improvisasi, namun dalam kenyataannya yang melakukan improvisasi bisa masuk ke semi final bahkan ke final.
“Tidak boleh improvisasi lagu, namun dalam kenyataannya dimenangkan juga. Bahkan ada yang diduga dibela atau diberikan motivasi karena kuat dugaan sudah diatur bakal menjadi juara sedangkan yang benar benar mampu seolah dijelek-jelekkan atau selalu ada kesalahan, ” terang penonton lainnya yang juga mendampingi peserta.
Kedua juri menekankan tidak menunjukkan kemewahan dan yang mahal mahal, namun dalam kenyataannya selalu ditekankan pada eksplor dan tentu ini harus membutuhkan biaya, ” paparnya.
Sesuai dengan adanya peraturan awal bahwa perlombaan lomba lagu wajib tidak perlu menunjukkan kemewahan sehingga tidak harus mengeluarkan banyak biaya, namun dalam kenyataannya juri lebih mementingkan eksplor yang mewah. Awalnya tidak boleh menggunakan hak tinggi dan baju yang mahal, tetapi dalam kenyataannya berbanding terbalik apalagi dengan yang sudah digiring menjadi juara.
Ketiga dalam pemberian komentar yang akan digiring menjadi pemenang tidak pernah dikomentari kesalahannya padahal sudah fatal namun apalagi sampai lupa lirik beberapa bait, namun tetap dikatakan yang terbaik.
Keempat ada beberapa peserta yang lupa lirik atau salah dalam intonasi langsung fatal dalam penilaian sehingga mendapatkan nilai yang rendah, namun untuk calon juara yang sudah disiapkan itu dialihkan isu dengan tidak bisa mendapatkan nilai yang maksimal di lomba wajib nasional maka penilaian akan bertambah dari lagu daerah, padahal di lagu daerah juga sudah jelas juga banyak kesalahan bahkan banyak lupa liriknya, namun tetap dibela bahkan dikatakan baru beberapa bulan tinggal di Bungo namun sudah bisa menyanyikan lagu daerah, apakah ini yang disebut profesional, ” tandas seorang ibu yang mendampingi anaknya.
“Ada juga oknum juri yang mengatakan peserta yang ikut adalah bisa dikatakan cucunya karena murid dari anak asuhnya yang didengarkan oleh semua penonton, apakah seorang oknum juri boleh mengatakan seperti itu dalam penilaian? Inilah yang disebut profesional?
Bahkan dari informasi yang didapatkan media ini, diduga calon pemenang sengaja dilatih oknum juri sebelum tampil pada final, apakah juri boleh melatih peserta yang akan dinilai pada saat kontes? Dan pemenang juga diduga masih ada hubungan kekeluargaan dengan beberapa panitia.
Harapan penonton dan juga beberapa peserta yang ikut acara tersebut agar EO Mata Elang mempertimbangkan pemilihan juri ke depannya jangan sampai mengecewakan seperti yang dititipkan pesan oleh Kadis Pendidikan Bungo Masril saat pembukaan agar “juri profesional karena ini pertanggungjawaban kepada Tuhan”.
Bila perlu kepada pihak terkait supaya EO Mata Elang dipertimbangkan untuk event event selanjutnya dan dapat koreksi diri.
Terkait adanya keluhan ini, ” media ini coba konfirmasi kepada pihak Dinas Pendidikan kabupaten bungo melalui Kabid Kebudayaan, namun dirinya meminta media ini bersabar karena mau memanggil juri dulu.
Media ini juga sudah coba konfirmasi dengan salah satu panitia yang tergabung dengan EO Mata Elang namun tidak ditanggapi baik melalui WA maupun Masseger. ( Dian )